Rabu, 03 Desember 2014

makalah kontrak asuransi mata kuliah manajemen resiko



BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang Masalah
Setiap orang yang memiliki suatu benda pasti akan menghadapi suatu resiko yang dapat mengurangi atau menghilangkan benda tersebut baik diakibatkan oleh kerusakan dan lain sebagainya. Karena pada umumnya manusia tidak menyukai adanya resiko, sehingga mereka mencari solusi untuk  mentranfer resiko tersebut. Salah satu caranya yaitu dengan mengasuransikan barang yang dinilai dapat menimbulkan kerugian tersebut. Karena dengan adanya asuransi maka dapat dikatakan kerugian itu akan diperingan atau dikurangi bahkan ditanggung oleh pihak lain dengan melakukan suatu perjanjian atau kontrak asuransi. Jika risiko tersebut benar-benar terjadi, maka pihak tertanggung akan mendapatkan ganti rugi sebesar nilai yang diperjanjikan antara penanggung dan tertanggung. Mekanisme perlindungan ini sangat dibutuhkan dalam dunia bisnis yang penuh dengan risiko.

1.2  Rumusan Masalah
1.      Apa Yang Dimaksud Dengan Kontrak Asuransi ?
2.      Bagaimana Bentuk dan Cara Mengadakan Asuransi ?

1.3   Tujuan Makalah
1.      Untuk Mengetahui Pengertian Kontrak Asuransi
2.      Untuk Mengetahui Bentuk dan Cara Mengadakan Asuransi




BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Kontrak Asuransi
Menurut Black’s Law , kontrak mempunyai arti sebagai suatu perjanjian antara dua orang atau lebih yang menciptakan kewajiban untuk melakukan atau tidak melakukan suatu tindakan tertentu. Pengertian resmi atau otentik tentang asuransi disebutkan dalam pasal 246 Kitab Undang-Undang Perniagaan atau wetboek van Koophadel yang menentukan bahwa asuransi pada umumnya adalah persetujuan dimana pihak yang menjamin berjanji kepada pihak yang dijamin, untuk menerima sejumlah uang premi sebagai pengganti kerugian, yang mungkin akan diderita oleh yang dijamin, karena akibat dari suatu peristiwa yang belum jelas akan terjadi.
Sedangkan kontrak asuransi adalah suatu perjanjian di mana penanggung, dengan menikmati suatu premi, mengikat tertanggung untuk membebaskannya dari kerugian karena kehilangan, kerugian atau ketiadaan keuntungan yang diharapkan, yang akan diminta olehnya karena suatu kejadian yang tidak pasti.
Kontrak asuransi  juga dapat diartikan sebagai kontrak yang mana satu pihak (insurer) menerima risiko asuransi signifikan dari pihak lain (pemegang polis) dengan menyetujui untuk mengkompensasi pemegang polis jika kejadian masa depan tidak pasti spesifik (kejadian yang diasuransikan) secara buruk mempengaruhi pemegang polis.
Menurut pasal 251 KUHD asuransi tidak akan sah , jika setiap keterangan keliru atau tidak benar ataupun setiap tidak memberitahukan hal-hal yang diketahui oleh pihak tertanggung walaupun ada itikad baik yang sedemikian sifatnya, sehingga seandainya pihak penanggung telah mengetahui keadaan yang sebenarnya, perjanjian itu tidak akan ditutup atau ditutp dengan syarat-syarat yang sama, mengakibatkan batalnya pertangguhan.
2.1.1 Sifat Asuransi Sebagai Gejala Hukum
Sifat-sifat asuransi sebagai gejala hukum menurut Prof.Dr. Wirjono Prodjodikoro, S.H antara lain:
a.    Sifat persetujuan, semua asuransi berupa suatu perjanjian tertentu, (byzondere overeenkomst) yaitu suatu pemufakatan antara dua pihak atau lebih dengan maksud akan mencapai suatu tujuan, dalam mana seorang atau lebih berjanji terhadap seorang lain atau lebih.
b.    Sifat timbal balik, yang berarti bahwa masing-masing pihak berjanji akan melakukan sesuatu bagi pihak lain.
c.    Sifat konsensuil, yaitu sudah dianggap terbentuk dengan adanya kata sepakat belaka antara kedua belah pihak.
d.   Sifat perkumpulan, asuransi saling menjamin bersifat perkumpulan yang terbentuk diantara para terjamin selaku anggota.
e.    Sifat perusahaan, pihak-pihak penjamin biasanya bukan seorang individu melainkan suatu badan yang bersifat perusahaan yang memperhitungkan untung rugi dalam tindakan-tindakannya.
2.2.2 Prinsip-Prinsip Dasar Asuransi
Didalam asuransi terdapat prinsip-prinsip dasar yang menjadi landasan bagi para pihak dari tahap pembuatan perjanjian asuransi sampai dengan pemberian ganti rugi, yaitu :
a.    Prinsip kepentingan yang dapat diasuransikan atau dipertanggungkan (Insurable interest). Prinsip ini mengandung pengertian bahwa agar suatu perjanjian asuransi bisa dilaksanakan, maka objek yang diasuransikan haruslah suatu kepentingan yang dapat diasuransikan, yaitu kepentingan yang dapat dinilai dengan uang. Syarat yang perlu dipenuhi agar memenuhi kriteria insurable interest:
1)      Kerugiaan tidak dapat diperkirakan. Risiko yang bisa diasuransikan berkaitan dengan kemungkinan terjadinya kerugian. Kemungkian tersebut tidak dapat diperkirakan terjadinya.
2)      Kewajaran. Risiko yang dipertanggungkan dalam asuransi adalah benda atau harta yang memiliki nilai material baik bagi tertanggung maupun bagi penanggung.
3)      Catastrophic. Risiko yang mungkin terjadi haruslah tidak akan menimbulkan suaatu kemungkinan rugi yang sangat besar, yaitu jika sebagian besar pertanggungan kemungkinan akan mengalami kerugian pada waktu yang bersamaan.
4)      Homogen. Untuk memenuhi syarat dapat diasuransikan, barang atau harta yang akan dipertanggungkan harus homogen, yang berarti banyak barang yang serupa atau sejenis.
b.    Prinsip keterbukaan (Utmost Good Faith), dalam prinsip ini mengandung arti bahwa penutupan asuransi baru disahkan jika didasari dengan itikad baik. Kewajiban dari kedua belah pihak untuk mengungkapkan fakta disebut duty of disclosure. Faktor-faktor yang melanggar prinsip duty of disclosure adalah:
1)      Nondisclosure, adanya data-data penting yang tidak diungkapkan sehingga menyalahi utmost good faith.
2)      Concealment, secara sengaja melakukan kebohongan dan tidak mengungkapkan fakta penting.
3)      Fraudulent misrepresentation, sengaja memberikan gambaran yang tidak cocok dengan kondisi riil.
4)      Innocent misrepresentation, secara tidak sengaja memberikan gambaran yang salah yang memiliki pengaruh besar dalam proses asuransi.
Dengan demikian kedua belah pihak harus menjelaskan dan menerangkan fakta-fakta yang berkaitan dengan objek yang diasuransikan tersebut seperti menjelaskan risiko-risiko yang dijamin maupun yang dikecualikan, segala persyaratan dan kondisi pertanggungan secara jelas serta teliti oleh penanggung.
c.    Prinsip indemnity. Adalah suatu mekanisme dimana penanggung menyediakan kompensasi finansial dalam upayanya menempatkan tertanggung dalam posisi keuangan yang ia miliki sesaat sebelum terjadinya kerugian (KUHD pasal 252, 253 dan dipertegas dalam pasal 278). Menurut prinsip ini bahwa yang menjadi dasar penggantian dari penanggung kepada tertanggung adalah sebesar kerugian yang sesungguhnya diderita oleh tertanggung (seimbang antara kerugian yang betul-betul diderita oleh tertanggung dengan jumlah ganti rugi yang ia terima). Prinsip indemnity tidak dapat dilaksanakan dalam asuransi kecelakaan dan kematian. Dalam kedua jenis asuransi tersebut pihak penanggung tidak dapat mengganti nyawa yang hilang atau anggota tubuh yang cacat/hilang, karena indemnity berkaitan dengan ganti rugi finansial. Indemnity ini dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu: pembayaran tunai, penggantian, perbaikan, dan pembangunan kembali.
d.      Proximate Cause (Kausa Proksimal). Adalah suatu penyebab aktif, efisien yang mengakibatkan terjadinya suatu peristiwa secara berantai atau berurutan tanpa intervensi suatu ketentuan lain, diawali dan bekerja dengan aktif dari suatu sumber baru dan independen.
Apabila kepentingan yang diasuransikan mengalami musibah atau kecelakaan, maka pertama-tama dicari sebab-sebab yang aktif dan efisien yang menggerakkan suatu rangkaian peristiwa tanpa terputus sehingga pada akhirnya terjadilah musibah atau kecelakaan tersebut. Suatu prinsip yang digunakan untuk mencari penyebab kerugian yang aktif dan efisien adalah: "Unbroken Chain of Events" yaitu suatu rangkaian mata rantai peristiwa yang tidak terputus. Sebagai contoh, kasus klaim kecelakaan diri sebagai berikut:
1.           Seseorang mengendarai kendaraannya di jalan tol dengan kecepatan tinggi sehingga mobil tidak terkendali dan terbalik;
2.           Korban luka parah dan dibawa ke rumah sakit;
3.           Tidak lama kemudian korban meninggal dunia.
Dari peristiwa tersebut diketahui bahwa kausa proksimalnya adalah korban mengendarai kendaraan dengan kecepatan tinggi sehingga mobil tidak terkendali dan terbalik. Melalui kausa proksimal akan dapat diketahui apakah penyebab terjadinya musibah atau kecelakaan tersebut dijamin dalam kondisi polis asuransi atau tidak.
e.    Prinsip subrogasi untuk kepentingan penanggung. Dalam prinsip ini mengandung arti bahwa apabila pihak tertanggung telah mendapatkan ganti rugi atas dasar prinsip indemnity, maka ia tidak berhak lagi memperoleh ganti rugi dari pihak lain, walaupun ada pihak lain yang bertanggung jawab pula atas kerugian yang dideritanya.
Pada umumnya, seseorang yang menyebabkan suatu kerugian bertanggung jawab atas kerusakan/kerugian itu. Dalam hubungannya dengan asuransi, pihak penanggung mengambil alih hak menagih ganti kerugian pada pihak yang menyebabkan kerugian setelah penanggung melunasi kewajibannya pada tertanggung.  Dengan kata lain, apabila tertanggung mengalami kerugian akibat kelalaian atau kesalahan pihak ketiga maka penanggung setelah memberikan ganti rugi kepada tertanggung akan menggantikan kedudukan tertanggung dalam mengajukan tuntutan kepada pihak ketiga tersebut.
Hak subrogasi dibatasi sampai jumlah kerugian yang dibayarkan oleh penanggung kepada pihak tertanggung. Itu berarti, jika jumlah yang harus dibayar pihak ketiga misalnya Rp.1.000.000,- sedangkan pembayaran asuransi hanya Rp.600.000,-. Sebagai ilustrasi akan kita pakai asuransi mobil. Pada peristiwa tabrakan mobil, pertama penanggung mengambil alih hak subrogasi, lalu menuntut pembayaran dari pengendara lain yang terlibat dalam kasus itu.
2.2 Bentuk dan Cara Mengadakan Asuransi
Pasal 255 KUHD menentukan, “Bahwa semua asuransi harus dibentuk secara tertulis dengan sepucuk akta yang bernama polis”. Dari pasal diatas seolah-olah polis menjadi syarat mutlak bagi perjanjian asuransi, Dalam arti tidak ada polis maka tidak ada perjanjian asuransi. Namun pasal tersebut diubah oleh Pasal 257 KUHD yang berbunyi :

“ Perjanjian asuransi ada, apabila sudah dibentuk, hak-hak dan kewajiban-kewajiban dari pihak penanggung dan tertanggung mulai berlaku sejak saat itu, juga sebelum polis ditandatangani”.
 Juga diubah oleh Pasal 257  yang berbunyi :
 “ Untuk membuktikan adanya persetujuan asuransi, harus ada bukti tulisan , tetapi alat-alat bukti lain juga diperbolehkan, asal sudah ada permulaan pembuktian dengan tulisan”.
Tulisan polis mempunyai sifat khusus yang berlainan dengan tulisan-tulisan lain sebagai alat bukti, karena adanya hal-hal yang secara mutlak harus dimuat didalam polis tersebut. Dengan demikian polis bukan merupakan syarat mutlak adanya perjanjian asuransi namun, polis merupakan bukti yang sempurna (volledigbewijs) tentang apa yang di perjanjikan dalam perjanjian asuransi tersebut dan tanpa polis pembuktian akan menjadi sulit dan terbatas
2.2.1 Polis Asuransi
Biasanya perusahaan-perusahaan besar membuat formulir polis menurut kepentingan dan standar yang dibutuhkannya. Didalam polis terdapat syarat-syarat atau klausula-klausula yang ditentukan oleh pihak penanggung. Namun, semua  isi polis untuk semua asuransi yang ditetapkan dalam pasal 256 KUHD memuat hal-hal sebagai berikut :
1.        Hari dan tanggal diadakan pertanggungan.
2.        Nama yang mengadakan pertanggungan untuk tanggungan sendiri atau tanggungan pihak ketiga.
3.        Uraian yang cukup jelas mengenai benda yang diasuransikan
4.        Bahaya-bahaya yang ditanggung oleh penanggung.
5.        Waktu di mana bahaya mulai berjalan dan berakhir untuk tanggungan penanggung.
6.        Premi tanggungan.
7.        Keadaan dari benda-benda yang dipertanggungkan, yang perlu diketahui oleh penanggung dan semua syarat yang diadakan di antara kedua belah pihak.
8.        Polis harus ditandatangani  oleh tiap-tiap penanggung.
Sedangkan pada jenis-jenis asuransi lain, polis yang dibuat harus memuat hal-hal yang berbeda pula tergantung pada jenisnya antara lain sebagai berikut :
a.         Asuransi kebakaran, memuat hal-hal berikut :
1.         Letaknya barang-barang tidak bergerak yang dijamin, barang-barang yang menempel, atau yang berdekatan ( linging en belending)
2.         Pemakaian barang-barang yang dijamin untuk apa
3.         Sifat dan pemakaian bangunan-bangunan yang menempel atau yang berdekatan ada pengaruhnya pada hal yang diasuransikan
4.         Nilai harga dari hal-hal yang dijamin
5.         Terletaknya bangunan-bangunan dan tempat-tempat, dimana barang-barang yang bergerak dijamin ada dan disimpan, serta barang-barang yang menempel atau berdekatan dengan bangunan-bangunan dan tempat-tempat itu
b.        Asuransi hasil-hasil pertanian, memuat hal-hal sebagai berikut :
1.         Letak dan pembatasan tanah-tanahnya yang penghasilannya telah diasuransikan
2.         Pemakaiannya
c.         Asuransi laut, memuat hal-hal sebagai berikut :
1.         Nama nahkoda dan nama kapal
2.         Tempat barang-barang yang diasuransikan telah atau akan dimasukan pada kapal
3.         Pelabuhan asal pemberangkatan kapal, pelabuhan-pelabuhan dimana kapalnya harus membongkar muatan-muatannya dan pelabuhan dimana kapalnya singgah
4.         Tempat, dimana bahaya bagi barang-barang yang dijamin mulai ditanggung oleh pihak penjamin
5.         Nilai harga kapal yang dijamin
d.        Asuransi terhadap bahaya dalam angkutan darat dan sungai-sungai, harus memuat hal-hal sebagai berikut:
1.         Waktu selesainya pengangkutan harus selesai apabila waktu itu dalam pengangkutan ditentukan
2.         Apakah perjalanan pengangkutan dilakukan terus-menerus atau berhenti setengah jalan
3.         Nama nahkoda kapal sungai atau nama sopir kendaraan pengangkutan atau nama seorang pengangkut yang menyanggupkan pengangkutannya.
e.         Asuransi jiwa, harus memuat hal-hal sebagai berikut:
1.         Hari diadakannya asuransi jiwa
2.         Nama pihak yang dijamin
3.         Nama orang yang pembayaran uang asuransinya diperuntukan pada wafatnya
4.         Waktu mulai dan waktu terhentinya risiko bagi penjamin
5.         Jumlah uang yang dijamin (uang asuransi)
6.         Uang premi yang harus dibayar oleh pihak yang dijamin
2.2.2        Premi
Premi adalah sejumlah uang yang dibayar tertanggung kepada penanggung untuk mengikat penanggung membayar ganti rugi atas terjadinya risiko. Mengenai premi ini, undang-undang mengatur bahwa apabila premi tidak dibayar , maka pertanggungan tidak ada. Tarif premi yang berlaku di Indonesia dapat dibedakan :
1.         Tarif premi asuransi berdasarkan buku tarif , artinya tarif-tarif premi asuransi yang ditetapkan dan dikeluarkan oleh Dewan Asuransi Indonesia (DAI) yang sewaktu-waktu dapat berubah. Tarif ini berlaku bagi semua anggota maskapai-maskapai asuransi .Terhadap penyimpangan tarif, dapat dikenakan sanksi.
2.         Tarif premi asuransi yang ditetapkan oleh maskapai asuransi sendiri , biasa disebut dengan istilah nontarif.
Tarif biasanya ditetapkan dalam persentase (%) atau permil (%.)
a.         Tarif Jangka Waktu Premi
1.         Tarif Jangka Pendek (Short Period)
Premi asuransi diperhitungkan untuk jangka waktu satu tahun dengan pembayaran di muka . Tarif jangka pendek biasa diberlakukan juga dalam hal pembayaran premi secara angsuran / cicilan, pada polis dilekatkan klausul pembayaran premi angsuran.
2.         Tarif Jangka Panjang (Long Period)
Diperkenankan menutup pertanggungan jangka panjang dengan membayar premi sekaligus di muka.
b.        Penutupan Ketentuan Jangka waktu  Pembayaran Premi
Maksud penetapan ketentuan jangka waktu premi adalah memberi kesempatan untuk menagih premi kepada customer yang bersangkutan dan agar tidak terjadi outstandaing premi karena setelah lewat waktu pertanggungan menjadi batal.
Contoh cara penetapan premi :
Satu rumah dimasukan ke dalam pertanggungan asuransi terhadap kemungkina bahaya kebakaran diberi harga Rp 100.000,00 artinya bahwa apabila rumah itu terbakar habis maka asurador harus membayar Rp.100.000,00 kepada terjamin. Kalau seandainya dari data statistic dapat disimpulkan bahwa setiap tahun dari 1000 rumah yang berada ditempat itu ada satu yang terbakar, maka preminya untuk satu tahun ditetapkan perseribu dari Rp 100.000,00 menjadi Rp 100,00 ditambah dengan biaya-biaya  administrasi yang perlu dilakukan si asurador dan uang cadangan.
Tambahan-tambahan ini merupakan sekedar kerugian bagi para terjamin, kalau dalam satu tahun itu rumahnya tidak terbakar. Dengan demikian bagi pemilik selalu masih menjadi pertanyaan, apakah betul-betul dianggap perlu mengasuransikan rumah itu atau tidak. Ini tergantung pada watak pribadi seorang pemilik rumah. Kalau ia berwatak berani mengambil resiko, maka ia tidak akan mudah mengasuransikan rumahnya namun sebaliknya jika ia berwatak selalu mau selamat dalam segalanya, maka ia akan mudah mengasuransikan rumahnya itu.


BAB III
PENUTUP

1.1    Kesimpulan
Kontrak asuransi adalah suatu perjanjian di mana penanggung, dengan menikmati suatu premi, mengikat tertanggung untuk membebaskannya dari kerugian karena kehilangan, kerugian atau ketiadaan keuntungan yang diharapkan, yang akan diminta olehnya karena suatu kejadian yang tidak pasti. Sifat Asuransi Sebagai Gejala Hukum adalah sifat persetujuan, sifat timbal balik, sifat konsensuil, sifat perkumpulan, sifat perusahaan,
Dalam kontrak asuransi terdapat prinsip-prinsip dasar yang menjadi landasan bagi para pihak dari tahap pembuatan perjanjian asuransi sampai dengan pemberian ganti rugi.
Tulisan polis bersifat khusus dari tulisan-tulisan lain sebagai alat bukti, karena adanya hal-hal yang secara mutlak harus dimuat didalam polis tersebut. Dengan demikian polis bukan merupakan syarat mutlak adanya perjanjian asuransi namun, polis merupakan bukti yang sempurna (volledigbewijs) tentang apa yang di perjanjikan dalam perjanjian asuransi tersebut dan tanpa polis pembuktian akan menjadi sulit dan terbatas.


DAFTAR PUSTAKA

Rivai, H Veithzal dan Andria Permata Veithzal.2008. Islamic Financial Management.
Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Prakoso, Djoko. 2000. Hukum Asuransi Indonesia. Jakarta : PT Rineka Cipta.
Hermansyah.2008. Hukum Perbankan Nasional Indonesia. Jakarta: Kencana Prenada
Media Group
Prodjodikoro, Wirjono.1991. Hukum Asuransi Di Indonesia (cet.9). Jakarta: PT
Intermasa
http://makalahkite.blogspot.com/2013/11/prinsip-dasar-asuransi.html