BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Setiap orang yang memiliki suatu
benda pasti akan menghadapi suatu resiko yang dapat mengurangi atau
menghilangkan benda tersebut baik diakibatkan oleh kerusakan dan lain
sebagainya. Karena pada umumnya manusia tidak menyukai adanya resiko, sehingga
mereka mencari solusi untuk mentranfer
resiko tersebut. Salah satu caranya yaitu dengan mengasuransikan barang yang
dinilai dapat menimbulkan kerugian tersebut. Karena dengan adanya asuransi maka
dapat dikatakan kerugian itu akan diperingan atau dikurangi bahkan ditanggung
oleh pihak lain dengan melakukan suatu perjanjian atau kontrak asuransi. Jika
risiko tersebut benar-benar terjadi, maka pihak tertanggung akan mendapatkan
ganti rugi sebesar nilai yang diperjanjikan antara penanggung dan tertanggung.
Mekanisme perlindungan ini sangat dibutuhkan dalam dunia bisnis yang penuh
dengan risiko.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa
Yang Dimaksud Dengan Kontrak Asuransi ?
2. Bagaimana
Bentuk dan Cara Mengadakan Asuransi ?
1.3 Tujuan Makalah
1. Untuk
Mengetahui Pengertian Kontrak Asuransi
2. Untuk
Mengetahui Bentuk dan Cara Mengadakan Asuransi
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Kontrak Asuransi
Menurut
Black’s Law , kontrak mempunyai arti sebagai suatu perjanjian antara dua orang
atau lebih yang menciptakan kewajiban untuk melakukan atau tidak melakukan
suatu tindakan tertentu. Pengertian resmi atau otentik tentang asuransi
disebutkan dalam pasal 246 Kitab Undang-Undang Perniagaan atau wetboek van
Koophadel yang menentukan bahwa asuransi pada umumnya adalah persetujuan dimana
pihak yang menjamin berjanji kepada pihak yang dijamin, untuk menerima sejumlah
uang premi sebagai pengganti kerugian, yang mungkin akan diderita oleh yang
dijamin, karena akibat dari suatu peristiwa yang belum jelas akan terjadi.
Sedangkan
kontrak asuransi adalah suatu perjanjian di mana penanggung, dengan menikmati
suatu premi, mengikat tertanggung untuk membebaskannya dari kerugian karena
kehilangan, kerugian atau ketiadaan keuntungan yang diharapkan, yang akan
diminta olehnya karena suatu kejadian yang tidak pasti.
Kontrak asuransi juga dapat diartikan sebagai kontrak yang mana
satu pihak (insurer) menerima risiko asuransi signifikan dari pihak lain
(pemegang polis) dengan menyetujui untuk mengkompensasi pemegang polis jika
kejadian masa depan tidak pasti spesifik (kejadian yang diasuransikan) secara
buruk mempengaruhi pemegang polis.
Menurut
pasal 251 KUHD asuransi tidak akan sah , jika setiap keterangan keliru atau
tidak benar ataupun setiap tidak memberitahukan hal-hal yang diketahui oleh
pihak tertanggung walaupun ada itikad baik yang sedemikian sifatnya, sehingga
seandainya pihak penanggung telah mengetahui keadaan yang sebenarnya, perjanjian
itu tidak akan ditutup atau ditutp dengan syarat-syarat yang sama,
mengakibatkan batalnya pertangguhan.
2.1.1 Sifat Asuransi Sebagai Gejala
Hukum
Sifat-sifat
asuransi sebagai gejala hukum menurut Prof.Dr. Wirjono Prodjodikoro, S.H antara
lain:
a. Sifat
persetujuan, semua asuransi berupa suatu perjanjian tertentu, (byzondere
overeenkomst) yaitu suatu pemufakatan antara dua pihak atau lebih dengan maksud
akan mencapai suatu tujuan, dalam mana seorang atau lebih berjanji terhadap seorang
lain atau lebih.
b. Sifat
timbal balik, yang berarti bahwa masing-masing pihak berjanji akan melakukan
sesuatu bagi pihak lain.
c. Sifat
konsensuil, yaitu sudah dianggap terbentuk dengan adanya kata sepakat belaka
antara kedua belah pihak.
d. Sifat
perkumpulan, asuransi saling menjamin bersifat perkumpulan yang terbentuk
diantara para terjamin selaku anggota.
e. Sifat
perusahaan, pihak-pihak penjamin biasanya bukan seorang individu melainkan
suatu badan yang bersifat perusahaan yang memperhitungkan untung rugi dalam
tindakan-tindakannya.
2.2.2 Prinsip-Prinsip Dasar Asuransi
Didalam
asuransi terdapat prinsip-prinsip dasar yang menjadi landasan bagi para pihak
dari tahap pembuatan perjanjian asuransi sampai dengan pemberian ganti rugi,
yaitu :
a.
Prinsip kepentingan yang dapat diasuransikan
atau dipertanggungkan (Insurable
interest). Prinsip ini mengandung pengertian bahwa agar suatu perjanjian
asuransi bisa dilaksanakan, maka objek yang diasuransikan haruslah suatu
kepentingan yang dapat diasuransikan, yaitu kepentingan yang dapat dinilai
dengan uang. Syarat yang perlu dipenuhi agar memenuhi kriteria insurable interest:
1) Kerugiaan
tidak dapat diperkirakan. Risiko yang bisa diasuransikan berkaitan dengan
kemungkinan terjadinya kerugian. Kemungkian tersebut tidak dapat diperkirakan
terjadinya.
2) Kewajaran.
Risiko yang dipertanggungkan dalam asuransi adalah benda atau harta yang
memiliki nilai material baik bagi tertanggung maupun bagi penanggung.
3) Catastrophic.
Risiko yang mungkin terjadi haruslah tidak akan menimbulkan suaatu kemungkinan rugi
yang sangat besar, yaitu jika sebagian besar pertanggungan kemungkinan akan
mengalami kerugian pada waktu yang bersamaan.
4) Homogen.
Untuk memenuhi syarat dapat diasuransikan, barang atau harta yang akan
dipertanggungkan harus homogen, yang berarti banyak barang yang serupa atau
sejenis.
b.
Prinsip keterbukaan (Utmost Good Faith), dalam prinsip ini
mengandung arti bahwa penutupan asuransi baru disahkan jika didasari dengan
itikad baik. Kewajiban
dari kedua belah pihak untuk mengungkapkan fakta disebut duty of disclosure.
Faktor-faktor yang melanggar prinsip duty of disclosure adalah:
1) Nondisclosure, adanya data-data penting yang tidak
diungkapkan sehingga menyalahi utmost good faith.
2) Concealment, secara sengaja melakukan kebohongan
dan tidak mengungkapkan fakta penting.
3) Fraudulent misrepresentation, sengaja memberikan gambaran yang
tidak cocok dengan kondisi riil.
4) Innocent misrepresentation, secara tidak sengaja memberikan
gambaran yang salah yang memiliki pengaruh besar dalam proses asuransi.
Dengan demikian kedua belah pihak harus menjelaskan
dan menerangkan fakta-fakta yang berkaitan dengan objek yang diasuransikan
tersebut seperti menjelaskan risiko-risiko yang dijamin maupun
yang dikecualikan, segala persyaratan dan kondisi pertanggungan secara jelas
serta teliti oleh penanggung.
c.
Prinsip indemnity. Adalah
suatu mekanisme dimana penanggung menyediakan kompensasi finansial dalam
upayanya menempatkan tertanggung dalam posisi keuangan yang ia miliki sesaat
sebelum terjadinya kerugian (KUHD pasal 252, 253 dan dipertegas dalam pasal
278). Menurut
prinsip ini bahwa yang menjadi dasar penggantian dari penanggung kepada
tertanggung adalah sebesar kerugian yang sesungguhnya diderita oleh tertanggung
(seimbang antara kerugian yang betul-betul diderita oleh tertanggung dengan
jumlah ganti rugi yang ia terima). Prinsip indemnity tidak dapat dilaksanakan dalam
asuransi kecelakaan dan kematian. Dalam kedua jenis asuransi tersebut pihak
penanggung tidak dapat mengganti nyawa yang hilang atau anggota tubuh yang
cacat/hilang, karena indemnity berkaitan dengan ganti rugi finansial. Indemnity
ini dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu: pembayaran tunai, penggantian,
perbaikan, dan pembangunan kembali.
d.
Proximate Cause (Kausa Proksimal). Adalah suatu penyebab aktif, efisien
yang mengakibatkan terjadinya suatu peristiwa secara berantai atau berurutan
tanpa intervensi suatu ketentuan lain, diawali dan bekerja dengan aktif dari
suatu sumber baru dan independen.
Apabila kepentingan yang
diasuransikan mengalami musibah atau kecelakaan, maka pertama-tama dicari
sebab-sebab yang aktif dan efisien yang menggerakkan suatu rangkaian peristiwa
tanpa terputus sehingga pada akhirnya terjadilah musibah atau kecelakaan
tersebut. Suatu prinsip yang digunakan untuk mencari penyebab kerugian yang
aktif dan efisien adalah: "Unbroken Chain of Events" yaitu suatu
rangkaian mata rantai peristiwa yang tidak terputus. Sebagai contoh, kasus
klaim kecelakaan diri sebagai berikut:
1.
Seseorang
mengendarai kendaraannya di jalan tol dengan kecepatan tinggi sehingga mobil
tidak terkendali dan terbalik;
2.
Korban
luka parah dan dibawa ke rumah sakit;
3.
Tidak
lama kemudian korban meninggal dunia.
Dari peristiwa tersebut diketahui bahwa kausa proksimalnya
adalah korban mengendarai kendaraan dengan kecepatan tinggi sehingga mobil
tidak terkendali dan terbalik. Melalui kausa proksimal akan dapat diketahui
apakah penyebab terjadinya musibah atau kecelakaan tersebut dijamin dalam
kondisi polis asuransi atau tidak.
e.
Prinsip subrogasi untuk kepentingan
penanggung. Dalam prinsip ini mengandung arti bahwa apabila pihak tertanggung
telah mendapatkan ganti rugi atas dasar prinsip indemnity, maka ia tidak berhak lagi memperoleh ganti rugi dari
pihak lain, walaupun ada pihak lain yang bertanggung jawab pula atas kerugian
yang dideritanya.
Pada umumnya, seseorang yang
menyebabkan suatu kerugian bertanggung jawab atas kerusakan/kerugian itu. Dalam
hubungannya dengan asuransi, pihak penanggung mengambil alih hak menagih ganti
kerugian pada pihak yang menyebabkan kerugian setelah penanggung melunasi
kewajibannya pada tertanggung. Dengan kata lain,
apabila tertanggung mengalami kerugian akibat kelalaian atau kesalahan pihak
ketiga maka penanggung setelah memberikan ganti rugi kepada tertanggung akan
menggantikan kedudukan tertanggung dalam mengajukan tuntutan kepada pihak
ketiga tersebut.
Hak subrogasi
dibatasi sampai jumlah kerugian yang dibayarkan oleh penanggung kepada pihak
tertanggung. Itu berarti, jika jumlah yang harus dibayar pihak ketiga misalnya
Rp.1.000.000,- sedangkan pembayaran asuransi hanya Rp.600.000,-. Sebagai
ilustrasi akan kita pakai asuransi mobil. Pada peristiwa tabrakan mobil,
pertama penanggung mengambil alih hak subrogasi, lalu menuntut pembayaran dari
pengendara lain yang terlibat dalam kasus itu.
2.2
Bentuk dan Cara Mengadakan Asuransi
Pasal
255 KUHD menentukan, “Bahwa semua
asuransi harus dibentuk secara tertulis dengan sepucuk akta yang bernama
polis”. Dari pasal diatas seolah-olah polis menjadi syarat mutlak bagi
perjanjian asuransi, Dalam arti tidak ada polis maka tidak ada perjanjian
asuransi. Namun pasal tersebut diubah oleh Pasal 257 KUHD yang berbunyi :
“ Perjanjian asuransi ada, apabila
sudah dibentuk, hak-hak dan kewajiban-kewajiban dari pihak penanggung dan
tertanggung mulai berlaku sejak saat itu, juga sebelum polis ditandatangani”.
Juga diubah oleh Pasal 257 yang berbunyi :
“ Untuk
membuktikan adanya persetujuan asuransi, harus ada bukti tulisan , tetapi
alat-alat bukti lain juga diperbolehkan, asal sudah ada permulaan pembuktian
dengan tulisan”.
Tulisan
polis mempunyai sifat khusus yang berlainan dengan tulisan-tulisan lain sebagai
alat bukti, karena adanya hal-hal yang secara mutlak harus dimuat didalam polis
tersebut. Dengan demikian polis bukan merupakan syarat mutlak adanya perjanjian
asuransi namun, polis merupakan bukti yang sempurna (volledigbewijs) tentang apa yang di perjanjikan dalam perjanjian
asuransi tersebut dan tanpa polis pembuktian akan menjadi sulit dan terbatas
2.2.1 Polis Asuransi
Biasanya perusahaan-perusahaan besar
membuat formulir polis menurut kepentingan dan standar yang dibutuhkannya.
Didalam polis terdapat syarat-syarat atau klausula-klausula yang ditentukan
oleh pihak penanggung. Namun, semua isi
polis untuk semua asuransi yang ditetapkan dalam pasal 256 KUHD memuat hal-hal
sebagai berikut :
1.
Hari dan tanggal diadakan pertanggungan.
2.
Nama yang mengadakan pertanggungan untuk
tanggungan sendiri atau tanggungan pihak ketiga.
3.
Uraian yang cukup jelas mengenai benda
yang diasuransikan
4.
Bahaya-bahaya yang ditanggung oleh
penanggung.
5.
Waktu di mana bahaya mulai berjalan dan
berakhir untuk tanggungan penanggung.
6.
Premi tanggungan.
7.
Keadaan dari benda-benda yang
dipertanggungkan, yang perlu diketahui oleh penanggung dan semua syarat yang
diadakan di antara kedua belah pihak.
8.
Polis harus ditandatangani oleh tiap-tiap penanggung.
Sedangkan pada jenis-jenis asuransi lain, polis yang
dibuat harus memuat hal-hal yang berbeda pula tergantung pada jenisnya antara
lain sebagai berikut :
a.
Asuransi kebakaran, memuat hal-hal
berikut :
1.
Letaknya barang-barang tidak bergerak
yang dijamin, barang-barang yang menempel, atau yang berdekatan ( linging en belending)
2.
Pemakaian barang-barang yang dijamin
untuk apa
3.
Sifat dan pemakaian bangunan-bangunan
yang menempel atau yang berdekatan ada pengaruhnya pada hal yang diasuransikan
4.
Nilai harga dari hal-hal yang dijamin
5.
Terletaknya bangunan-bangunan dan
tempat-tempat, dimana barang-barang yang bergerak dijamin ada dan disimpan,
serta barang-barang yang menempel atau berdekatan dengan bangunan-bangunan dan
tempat-tempat itu
b.
Asuransi hasil-hasil pertanian, memuat
hal-hal sebagai berikut :
1.
Letak dan pembatasan tanah-tanahnya yang
penghasilannya telah diasuransikan
2.
Pemakaiannya
c.
Asuransi laut, memuat hal-hal sebagai
berikut :
1.
Nama nahkoda dan nama kapal
2.
Tempat barang-barang yang diasuransikan
telah atau akan dimasukan pada kapal
3.
Pelabuhan asal pemberangkatan kapal,
pelabuhan-pelabuhan dimana kapalnya harus membongkar muatan-muatannya dan
pelabuhan dimana kapalnya singgah
4.
Tempat, dimana bahaya bagi barang-barang
yang dijamin mulai ditanggung oleh pihak penjamin
5.
Nilai harga kapal yang dijamin
d.
Asuransi terhadap bahaya dalam angkutan
darat dan sungai-sungai, harus memuat hal-hal sebagai berikut:
1.
Waktu selesainya pengangkutan harus
selesai apabila waktu itu dalam pengangkutan ditentukan
2.
Apakah perjalanan pengangkutan dilakukan
terus-menerus atau berhenti setengah jalan
3.
Nama nahkoda kapal sungai atau nama
sopir kendaraan pengangkutan atau nama seorang pengangkut yang menyanggupkan
pengangkutannya.
e.
Asuransi jiwa, harus memuat hal-hal
sebagai berikut:
1.
Hari diadakannya asuransi jiwa
2.
Nama pihak yang dijamin
3.
Nama orang yang pembayaran uang
asuransinya diperuntukan pada wafatnya
4.
Waktu mulai dan waktu terhentinya risiko
bagi penjamin
5.
Jumlah uang yang dijamin (uang asuransi)
6.
Uang premi yang harus dibayar oleh pihak
yang dijamin
2.2.2
Premi
Premi
adalah sejumlah uang yang dibayar tertanggung kepada penanggung untuk mengikat
penanggung membayar ganti rugi atas terjadinya risiko. Mengenai premi ini,
undang-undang mengatur bahwa apabila premi tidak dibayar , maka pertanggungan
tidak ada. Tarif premi yang berlaku di Indonesia dapat dibedakan :
1.
Tarif premi asuransi berdasarkan buku
tarif , artinya tarif-tarif premi asuransi yang ditetapkan dan dikeluarkan oleh
Dewan Asuransi Indonesia (DAI) yang sewaktu-waktu dapat berubah. Tarif ini
berlaku bagi semua anggota maskapai-maskapai asuransi .Terhadap penyimpangan
tarif, dapat dikenakan sanksi.
2.
Tarif premi asuransi yang ditetapkan
oleh maskapai asuransi sendiri , biasa disebut dengan istilah nontarif.
Tarif biasanya ditetapkan dalam persentase (%) atau
permil (%.)
a.
Tarif Jangka Waktu Premi
1.
Tarif Jangka Pendek (Short Period)
Premi asuransi diperhitungkan untuk jangka waktu
satu tahun dengan pembayaran di muka . Tarif jangka pendek biasa diberlakukan
juga dalam hal pembayaran premi secara angsuran / cicilan, pada polis
dilekatkan klausul pembayaran premi angsuran.
2.
Tarif Jangka Panjang (Long Period)
Diperkenankan
menutup pertanggungan jangka panjang dengan membayar premi sekaligus di muka.
b.
Penutupan Ketentuan Jangka waktu Pembayaran Premi
Maksud
penetapan ketentuan jangka waktu premi adalah memberi kesempatan untuk menagih
premi kepada customer yang
bersangkutan dan agar tidak terjadi outstandaing
premi karena setelah lewat waktu pertanggungan menjadi batal.
Contoh
cara penetapan premi :
Satu
rumah dimasukan ke dalam pertanggungan asuransi terhadap kemungkina bahaya
kebakaran diberi harga Rp 100.000,00 artinya bahwa apabila rumah itu terbakar
habis maka asurador harus membayar Rp.100.000,00 kepada terjamin. Kalau
seandainya dari data statistic dapat disimpulkan bahwa setiap tahun dari 1000
rumah yang berada ditempat itu ada satu yang terbakar, maka preminya untuk satu
tahun ditetapkan perseribu dari Rp 100.000,00 menjadi Rp 100,00 ditambah dengan
biaya-biaya administrasi yang perlu
dilakukan si asurador dan uang cadangan.
Tambahan-tambahan
ini merupakan sekedar kerugian bagi para terjamin, kalau dalam satu tahun itu
rumahnya tidak terbakar. Dengan demikian bagi pemilik selalu masih menjadi
pertanyaan, apakah betul-betul dianggap perlu mengasuransikan rumah itu atau
tidak. Ini tergantung pada watak pribadi seorang pemilik rumah. Kalau ia
berwatak berani mengambil resiko, maka ia tidak akan mudah mengasuransikan
rumahnya namun sebaliknya jika ia berwatak selalu mau selamat dalam segalanya,
maka ia akan mudah mengasuransikan rumahnya itu.
BAB
III
PENUTUP
1.1
Kesimpulan
Kontrak asuransi adalah suatu
perjanjian di mana penanggung, dengan menikmati suatu
premi, mengikat tertanggung untuk membebaskannya dari kerugian karena
kehilangan, kerugian atau ketiadaan keuntungan yang diharapkan, yang akan
diminta olehnya karena suatu kejadian yang tidak pasti. Sifat Asuransi Sebagai
Gejala Hukum adalah sifat
persetujuan, sifat timbal balik, sifat konsensuil, sifat perkumpulan, sifat perusahaan,
Dalam kontrak
asuransi terdapat prinsip-prinsip dasar yang menjadi landasan bagi para pihak
dari tahap pembuatan perjanjian asuransi sampai dengan pemberian ganti rugi.
Tulisan
polis bersifat khusus dari tulisan-tulisan lain sebagai alat bukti, karena
adanya hal-hal yang secara mutlak harus dimuat didalam polis tersebut. Dengan
demikian polis bukan merupakan syarat mutlak adanya perjanjian asuransi namun,
polis merupakan bukti yang sempurna (volledigbewijs)
tentang apa yang di perjanjikan dalam perjanjian asuransi tersebut dan tanpa
polis pembuktian akan menjadi sulit dan terbatas.
DAFTAR
PUSTAKA
Rivai, H Veithzal dan Andria Permata
Veithzal.2008. Islamic Financial
Management.
Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada.
Prakoso,
Djoko. 2000. Hukum Asuransi Indonesia.
Jakarta : PT Rineka Cipta.
Hermansyah.2008. Hukum Perbankan Nasional Indonesia. Jakarta: Kencana Prenada
Media Group
Prodjodikoro,
Wirjono.1991. Hukum Asuransi Di Indonesia
(cet.9). Jakarta: PT
Intermasa
http://makalahkite.blogspot.com/2013/11/prinsip-dasar-asuransi.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar