BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang Masalah
Teori Hak Kekayaan Intelektual (HKI) sangat dipengaruhi oleh
pemikiran John Locke tentang hak milik. Dalam bukunya, Locke mengatakan bahwa
hak milik dari seorang manusia terhadap benda yang dihasilkannya itu sudah ada
sejak manusia lahir. Benda dalam pengertian disini tidak hanya benda yang
berwujud tetapi juga benda yang abstrak, yang disebut dengan hak milik atas
benda yang tidak berwujud yang merupakan hasil dari intelektualitas manusia.
Selama ini pembajakan hak cipta sudah menjadi tradisi
sehari-hari (membudaya) dan bukan dianggap sebagai suatu kejahatan. Dalam hal
pemahaman akan pentingnya HKI kita sangat tertinggal jauh dibandingkan dengan
negara-negara lain. Bayangkan saja paten internasional tempe yang terdaftar
atas nama periset Indonesia hanya tiga, sedangkan yang dimiliki asing sebanyak
15 Paten (Data tahun 2001). Demikian juga dengan hasil kerajinan rotan, temuan
tentang rancang bangun rotan di Amerika Serikat jumlah patennya mencapai 193
buah, sedangkan Indonesia hanya 7 paten (Pandy, J dalam Bunga rampai Hak Atas
Kekayaan Intelektual (HAKI)).
Melihat fakta diatas, sangat penting sekali bagi masyarakat
Indonesia untuk memahami pentingnya HKI. Agar setiap produk, bisnis, dan jasa
yang kita jalankan dapat dilindungi keberadaanya. Perlindungan terhadap Hak
Kekayaan Intelektual (HKI) adalah hal yang sangat penting bagi tatanan ekonomi
modern.
Pelaksanaan dan perlindungan HKI akan membantu meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Pengalaman di sejumlah negara memperlihatkan bahwa
pelaksanaan dan perlindungan HKI turut mendorong investasi dan pengalihan
teknologi secara cepat serta merangsang daya saing masyarakat dan perusahaan
setempat
1.2
Rumusan Masalah
Dari latar belakang
yang telah diuraikan makan rumusan masalah dalam makalah ini yaitu :
1. Apa
yang di maksud dengan HKI dan apa saja prinsip-prinsipnya ?
2. Apa
yang dimaksud dengan hak cipta dan bagaimana prosedurnya ?
3. Apa
yang dimaksud dengan hak paten dan bagaimana prosedurnya ?
4. Apa
yang dimaksud dengan merek dan merek
dagang serta bagaimana prosedurnya ?
5. Apa
yang dimaksud dengan hak konsumen dan Hak
perlindungan konsumen serta bagaimana prosedurnya ?
1.3
Tujuan
Makalah
Dari rumusan masalah
yang telah diuraikan maka tujuan dari penulisan makalah ini yaitu :
1. Untuk
mengetahui prinsip – prinsip HKI
2. Untuk
mengetahui hak cipta
3. Untuk
mengetahui hak paten
4. Untuk
mengetahui merek dan merek
dagang
5. Untuk
mengetahui hak konsumen dan hak
perlindungan konsumen
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Hak Kekayaan Intelektual
Hak
Kekayaan Intelektual merupakan hak yang diberikan kepada orang-orang atas hasil
dari buah pikiran mereka. Biasanya hak eksklusif tersebut diberikan atas
penggunaan dari hasil buah pikiran si pencipta dalam kurun waktu tertentu. Buah
pikiran tersebut dapat terwujud dalam tulisan, kreasi artistik, simbol-simbol,
penamaan, citra, dan desain yang digunakan dalam kegiatan ko-mersil.
2.1.1 Prinsip –Prinsip Haki
Prinsip
– prinsip yang terdapat dalam hak kekayaan intelektual adalah prinsip ekonomi,
prinsip keadilan, prinsip kebudayaan, dan prinsip social.
1.
Prinsip Ekonomi (The Economic Argument)
Berdasarkan
prinsip ini HaKI memiliki manfaat dan nilai ekonomi serta berguna bagi
kehidupan manusia. Nilai ekonomi pada HaKI merupakan suatu bentuk kekayaan bagi
pemiliknya, pencipta mendapatkan keuntungan dari kepemilikan terhadap karyanya
seperti dalam bentuk pembayaran royalti terhadap pemutaran musik dan lagu hasil
ciptaannya. Prinsip ekonomi, yakni hak intelektual berasal dari kegiatan
kreatif suatu kemauan daya pikir manusia yang diekspresikan dalam berbagai
bentuk yang akan memeberikan keuntungan kepada pemilik yang bersangkutan.
2.
Prinsip Keadilan (The Principle of Natural Justice)
Berdasarkan
prinsip ini, hukum memberikan perlindungan kepada pencipta berupa suatu
kekuasaan untuk bertindak dalam rangka kepentingan yang disebut hak. Pencipta
yang menghasilkan suatu karya berdasarkan kemampuan intelektualnya wajar jika
diakui hasil karyanya.
Prinsip
keadilan, yakni di dalam menciptakan sebuah karya atau orang yang bekerja
membuahkan suatu hasil dari kemampuan intelektual dalam ilmu pengetahuan, seni,
dan sastra yang akan mendapat perlindungan dalam pemiliknya
3.
Prinsip Kebudayaan (The Cultural Argument)
Berdasarkan
prinsip ini, pengakuan atas kreasi karya sastra dari hasil ciptaan manusia
diharapkan mampu membangkitkan semangat dan minat untuk mendorong melahirkan
ciptaan baru. Hal ini disebabkan karena pertumbuhan dan perkembangan ilmu
pengetahuan, seni dan sastra sangat berguna bagi peningkatan taraf kehidupan, peradaban
dan martabat manusia. Selain itu, HaKI juga akan memberikan keuntungan baik
bagi masyarakat, bangsa maupun negara. Prinsip kebudayaan, yakni perkembangan
ilmu pengetahuan, sastra, dan seni untuk meningkatkan kehidupan manusia.
4.
Prinsip Sosial (The Social Argument)
Berdasarkan
prinsip ini, sistem HaKI memberikan perlindungan kepada pencipta tidak hanya
untuk memenuhi kepentingan individu, persekutuan atau kesatuan itu saja
melainkan berdasarkan keseimbangan individu dan masyarakat. Bentuk keseimbangan
ini dapat dilihat pada ketentuan fungsi sosial dan lisensi wajib dalam
undang-undang hak cipta Indonesia. Prinsip social ( mengatur kepentingan
manusia sebagai warga Negara ), artinya hak yang diakui oleh hukum dan telah
diberikan kepada individu merupakan satu kesatuan sehingga perlindungan
diberikan bedasarkan keseimbangan kepentingan individu dan masyarakat.
2.2 Hak Cipta
2.2.1 Pengertian Hak Cipta
Hak cipta (lambang internasional: ©, Unicode: U+00A9) adalah hak eksklusif Pencipta atau Pemegang
Hak Cipta untuk mengatur penggunaan hasil penuangan gagasan atau informasi
tertentu. Pada dasarnya, hak cipta merupakan "hak untuk menyalin suatu
ciptaan". Hak cipta dapat juga memungkinkan pemegang hak tersebut untuk
membatasi penggandaan tidak sah atas suatu ciptaan. Pada umumnya pula, hak
cipta memiliki masa berlaku tertentu yang terbatas.
Hak cipta berlaku pada berbagai
jenis karya seni atau karya cipta atau "ciptaan". Ciptaan tersebut
dapat mencakup puisi,
drama,
serta karya tulis
lainnya, film,
karya-karya koreografis
(tari, balet, dan sebagainya), komposisi musik, rekaman suara, lukisan,
gambar,
patung,
foto, perangkat
lunak komputer, siaran radio dan televisi, dan (dalam yurisdiksi tertentu) desain
industri.
Hak cipta merupakan salah satu
jenis hak kekayaan intelektual,
namun hak cipta berbeda secara mencolok dari hak kekayaan intelektual lainnya (seperti paten, yang memberikan hak
monopoli
atas penggunaan invensi),
karena hak cipta bukan merupakan hak monopoli untuk melakukan sesuatu,
melainkan hak untuk mencegah orang lain yang melakukannya.
Hukum yang mengatur hak
cipta biasanya hanya mencakup ciptaan yang berupa perwujudan suatu gagasan
tertentu dan tidak mencakup gagasan umum, konsep, fakta, gaya, atau teknik yang
mungkin terwujud atau terwakili di dalam ciptaan tersebut. Sebagai contoh, hak
cipta yang berkaitan dengan tokoh kartun Miki Tikus melarang pihak yang tidak berhak
menyebarkan salinan kartun tersebut atau
menciptakan karya yang meniru tokoh tikus tertentu ciptaan Walt Disney
tersebut, namun tidak melarang penciptaan atau karya seni lain mengenai tokoh
tikus secara umum.
Di Indonesia,
masalah hak cipta diatur dalam Undang-undang
Hak Cipta, yaitu, yang berlaku saat ini, Undang-undang Nomor 19 Tahun
2002. Dalam undang-undang tersebut, pengertian hak cipta adalah "hak eksklusif
bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya
atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan
menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku" (pasal 1 butir
2.2.2 Jenis-jenis
Hak Cipta
Ruang lingkup hak cipta meliputi karya-karya baik
berupa barang, lagu, tulisan, desain dan sebagainya. Hasil-hasil karya semacam
itu dapat didaftarkan ke Departemen Kehakiman sehingga dilindungi oleh
undang-undang. Pada dasarnya, setiap hasil karya/cipta manusia dapat
didaftarkan ke departemen kehakiman agar mendapat perlindungan hukum.
2.2.3 Hak
intelektual
Di Indonesia, undang-undang hak cipta mengacu pada
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2002, “Seseorang atau lembaga
yang mendaftarkan hasil karyanya kepada lembaga yang berwenang akan mendapatkan
perlindungan hukum.”
Dalam Undang-undang RI No 19 tahun 2002 tersebut
dijelaskan bahwa:
Hak cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta atau
penerima hak untuk mengumumkan,memperbanyak ciptaannya, atau memberikan izin
untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
a. Pencipta
adalah seorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang atas inspirasinya
melahirkan suatu ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan,
keterampilan, atau keahlian yang dituangkan ke dalam bentuk yang khas dan
bersifat pribadi.
- Ciptaan adalah hasil setiap karya pencipta yang menunjukkan keasliannya dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni, atau sastra.
- Pemegang hak cipta adalah pencipta sebagai pemilik hak cipta atau pihak yang menerima hak tersebut dari pencipta, atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak dari pihak yang menerima hak tersebut.
- Pengumuman adalah pembacaan, penyiaran, pameran, penjualan, pengedaran, atau penyebaran suatu ciptaan dengan menggunakan alat apapun, termasuk media Internet, atau melakukan dengan cara apapun sehingga suatu ciptaan dapat dibaca, didengar, atau dilihat orang lain.
- Perbanyakan adalah penambahan jumlah sesuatu ciptaan, baik secara keseluruhan maupun bagian yang sangat substansial dengan menggunakan bahan-bahan yang sama ataupun tidak sama, termasuk mengalihwujudkan secara permanen atau temporer (sementara).
- Program komputer adalah sekumpulan instruksi yang diwujudkan dalam bentuk bahasa, kode, skema, ataupun bentuk lain yang apabila digabungkan dengan media yang dapat dibaca dengan komputer akan mampu membuat komputer bekerja untuk melakukan fungsi-fungsi khusus atau untuk mencapai hasil yang khusus, termasuk persiapan dalam merancang instruksi-instruksi tersebut.
2.2.4 Peraturan Perundang-Undangan Tentang Hak
Cipta
Undang-undang Hak Cipta (UUHC)
pertama kali diatur dalam Undang-undang No. 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta,
kemudian diubah dengan Undang-undang No. 7 Tahun 1987. Pada tahun 1997 UUHC
diubah lagi dengan Undang-undang No. 12 Tahun 1997. Tahun 2002, UUHC kembali
mengalami perubahan dan diatur dalam Undang-undang No. 19 Tahun 2002. Beberapa
peraturan pelaksanaan di bidang hak cipta adalah sebagai berikut:
a.
Peraturan Pemerintah RI No. 14
Tahun 1986 Jo Peraturan Pemerintah RI No.7 Tahun 1989 tentang Dewan Hak Cipta;
- Peraturan Pemerintah RI No. 1 Tahun 1989 tentang Penerjemahan dan/atau Perbanyak Ciptaan untuk Kepentingan Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, Penelitian dan Pengembangan;
- Keputusan Presiden RI No. 17 Tahun 1988 tentang Pengesahan Persetujuan Mengenai Perlindungan Hukum Secara Timbal Balik Terhadap Hak Cipta atas Karya Rekaman Suara antara Negara Republik Indonesia dengan Masyarakat Eropa;
- Keputusan Presiden RI No.25 Tahun 1989 tentang Pengesahan Persetujuan Mengenai Perlindungan Hukum Secara Timbal Balik Terhadap Hak Cipta antara Republik Indonesia dengan Amerika Serikat;
- Keputusan Presiden RI No.38 Tahun 1993 tentang Pengesahan Persetujuan Mengenai Perlindungan Hukum Secara Timbal Balik Terhadap Hak Cipta antara Republik Indonesia dengan Australia;
- Keputusan Presiden RI No.56 Tahun 1994 tentang Pengesahan Persetujuan Mengenai Perlindungan Hukum Secara Timbal Balik Terhadap Hak Cipta antara Republik Indonesia dengan Inggris;
- Keputusan Presiden RI No. 18 Tahun 1997 tentang Pengesahan Berne Convention For The Protection Of Literary and Artistic Works ;
- Keputusan Presiden RI No.19 Tahun 1997 tentang Pengesahan WIPO Copyrights Treaty ;
- Keputusan Presiden RI N0. 74 Tahun 2004 tentang Pengesahan WIPO Performances and Phonogram Treaty (WPPT);
- Peraturan Menteri Kehakiman RI No. M.01-HC.03.01 Tahun 1987 tentang Pendaftaran Ciptaan;
- Keputusan Menteri Kehakiman RI No. M.04.PW.07.03 Tahun 1988 tentang Penyidikan Hak Cipta;
- Surat Edaran Menteri Kehakiman RI No. M.01.PW.07.03 Tahun 1990 tentang Kewenangan Menyidik Tindak Pidana Hak Cipta;
- Surat Edaran Menteri Kehakiman RI No. M.02.HC.03.01 Tahun 1991 tentang Kewajiban Melampirkan NPWP dalam Permohonan Pendaftaran Ciptaan dan Pencatatan Pemindahan Hak Cipta Terdaftar.
2.3 Hak Paten
2.3.1 Pengertian hak paten
Didalam Undang-Undang, lebih
tepatnya Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001. Undang-Undang telah
menyebutkan bahwa pengertian
hak paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada
inventor atas hasil invensinya di bidang teknologi selama waktu tertentu.
Seorang inventor dapat melaksanakan sendiri invensinya atau memberikan
persetujuan kepada pihak lain untuk melaksanakannya.
Syarat mendapatkan hak paten ada
tiga yaitu penemuan tersebut merupakan penemuan baru. Yang kedua, penemuan
tersebut diproduksi dalam skala massal atau industrial. Suatu penemuan
teknologi, secanggih apapun, tetapi tidak dapat diproduksi dalam skala industri
(karena harganya sangat mahal / tidak ekonomis), maka tidak berhak atas paten.
Yang ketiga, penemuan tersebut merupakan penemuan yang tidak terduga sebelumnya
(non obvious). Jadi bila sekedar menggabungkan dua benda tidak dapat
dipatenkan. Misalnya pensil dan penghapus menjadi pensil dengan penghapus
diatasnya. Hal ini tidak bisa dipatenkan.
Kata paten, berasal dari bahasa inggris
patent, yang awalnya berasal dari kata patere yang berarti
membuka diri (untuk pemeriksaan publik), dan juga berasal dari istilah letters
patent, yaitu surat keputusan yang dikeluarkan kerajaan yang memberikan hak
eksklusif kepada individu dan pelaku bisnis tertentu. Dari definisi kata paten
itu sendiri, konsep paten mendorong inventor untuk membuka pengetahuan demi
kemajuan masyarakat dan sebagai gantinya, inventor mendapat hak eksklusif
selama periode tertentu. Mengingat pemberian paten tidak mengatur siapa yang
harus melakukan invensi yang dipatenkan, sistem paten tidak dianggap sebagai
hak monopoli.
2.3.2
Hukum yang mengatur
Contoh sampul dokumen paten Amerika Serikat
Saat ini terdapat beberapa perjanjian internasional yang mengatur
tentang hukum paten. Antara lain, WTO Perjanjian TRIPs yang diikuti
hampir semua negara.
Pemberian hak paten bersifat teritorial, yaitu, mengikat hanya dalam lokasi
tertentu. Dengan demikian, untuk mendapatkan perlindungan paten di beberapa
negara atau wilayah, seseorang harus mengajukan aplikasi paten di masing-masing
negara atau wilayah tersebut. Untuk wilayah Eropa, seseorang
dapat mengajukan satu aplikasi paten ke Kantor
Paten Eropa, yang jika sukses, sang pengaju aplikasi akan
mendapatkan multiple paten (hingga 36 paten, masing-masing untuk setiap negara
di Eropa), bukannya satu paten yang berlaku di seluruh wilayah Eropa
2.3.3 Subjek yang dapat dipatenkan
Secara umum, ada tiga kategori besar
mengenai subjek yang dapat dipatenkan: proses, mesin, dan barang yang
diproduksi dan digunakan. Proses mencakup algoritma, metode bisnis, sebagian
besar perangkat
lunak (software), teknik medis, teknik olahraga dan
semacamnya. Mesin mencakup alat dan aparatus.
Barang yang diproduksi mencakup
perangkat mekanik, perangkat elektronik dan komposisi materi seperti kimia, obat-obatan, DNA, RNA, dan
sebagainya. Khusus Sel
punca embrionik manusia (human embryonic stem atau hES) tidak
bisa dipatenkan di Uni Eropa.
Di Indonesia, syarat hasil temuan yang
akan dipatenkan adalah baru (belum pernah diungkapkan sebelumnya), mengandung
langkah inventif (tidak dapat diduga sebelumnya), dan dapat diterapkan dalam
industri. Jangka waktu perlindungan untuk paten ‘biasa’ adalah 20 tahun,
sementara paten sederhana adalah 10 tahun. Paten tidak dapat diperpanjang.
Untuk memastikan teknologi yang diteliti belum dipatenkan oleh pihak lain dan
layak dipatenkan, dapat dilakukan penelusuran dokumen paten. Ada beberapa kasus
khusus penemuan yang tidak diperkenankan mendapat perlindungan paten, yaitu
proses / produk yang pelaksanaannya bertentangan dengan undang-undang,
moralitas agama, ketertiban umum atau kesusilaan; metode pemeriksaan,
perawatan, pengobatan dan/atau pembedahan yang diterapkan terhadap manusia
dan/atau hewan; serta teori dan metode di bidang matematika dan ilmu
pengetahuan, yakni semua makhluk hidup, kecuali jasad renik, dan proses
biologis penting untuk produksi tanaman atau hewan, kecuali proses non-biologis
atau proses mikro-biologis.
2.3.4
Istilah - Istilah dalam Paten
a. Invensi
Adalah ide inventor yang dituangkan ke
dalam suatu kegiatan pemecahan masalah yang spesifik di bidang teknologi, dapat
berupa produk atau proses, atau penyempurnaan dan pengembangan produk atau
proses.
b. Inventor
atau pemegang Paten
Inventor adalah seorang yang secara
sendiri atau beberapa orang yang secara bersama-sama melaksanakan ide yang
dituangkan ke dalam kegiatan yang menghasilkan invensi. Pemegang paten adalah
inventor sebagai pemilik paten atau pihak yang menerima hak tersebut dari
pemilik paten atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak tersebut, yang
terdaftar dalam daftar umum paten.
c. Hak yang
dimiliki oleh pemegang Paten
Pemegang hak paten memiliki hak eklusif
untuk melaksanakan Paten yang dimilikinya dan melarang orang lain yang tanpa
persetujuannya :
(a.) Dalam hal Paten Produk :
membuat, menjual, mengimpor, menyewa, menyerahkan, memakai, menyediakan untuk
di jual atau disewakan atau diserahkan produk yang di beri paten.
(b.) Dalam hal Paten Proses : Menggunakan proses produksi
yang diberi Paten untuk membuat barang dan tindakan lainnya sebagaimana yang
dimaksud dalam huruf a.
1. Pemegang Paten berhak memberikan lisensi kepada orang lain berdasarkan surat
1. Pemegang Paten berhak memberikan lisensi kepada orang lain berdasarkan surat
perjanjian lisensi.
2. Pemegang Paten berhak menggugat
ganti rugi melalui pengadilan negeri setempat, kepada siapapun, yang dengan
sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam butir 1 di
atas.
3. Pemegang Paten berhak menuntut orang
yang dengan sengaja dan tanpa hak melanggar hak pemegang paten dengan melakukan
salah satu tindakan sebagaimana yang dimaksud dalam butir 1 di atas.
d. Pengajuan
Permohonan Paten
Paten diberikan atas dasar permohonan
dan memenuhi persyaratan administratif dan subtantif sebagaimana diatur dalam
Undang-undang Paten.
e. Sistem
First to File
Adalah suatu sistem pemberian Paten
yang menganut mekanisme bahwa seseorang yang pertamakali mengajukan permohonan
dianggap sebagai pemegang Paten, bila semua persyaratannya dipenuhi.
f. Kapan
sebaiknya permohonan Paten diajukan ?
Suatu permohonan Paten sebaiknya
diajukan secepat mungkin, mengingat sistem Paten Indonesia menganut sistem
First to File. Akan tetapi pada saat pengajuan, uraian lengkap penemuan harus
secara lengkap menguraikan atau mengungkapkan penemuan tersebut.
g. Hal-hal
yang sebaiknya dilakukan oleh seorang Inventor sebelum mengajukan permohonan
Paten ?
a.
Melakukan penelusuran. Tahapan ini dimaksudkan untuk
mendapatkan informasi tentang teknologi terdahulu dalam bidang invensi yang
sama (state of the art) yang memungkinkan adanya kaitannya dengan invensi yang
akan diajukan. Melalui informasi teknologi terdahulu tersebut maka inventor
dapat melihat perbedaan antara invensi yang akan diajukan permohonan Patennya
dengan teknologi terdahulu.
b.
Melakukan Analisis. tahapan ini dimaksudkan untuk menganalisis
apakah ada ciri khusus dari invensi yang akan diajukan permohonan Patennya
dibandingkan dengan Invensi terdahulu.
c.
Mengambil Keputusan. Jika invensi yang dihasilkan tersebut
mempunyai ciri teknis dibandingkan dengan teknologi terdahulu, maka invensi tersebut
sebaiknya diajukkan permohonan Patennya.Sebaliknya jika tidak ditemukan ciri
khusus, maka invensi tersebut sebaiknya tidak perlu diajukan untuk menghindari
kerugian dari biaya pengajuan permohonan Paten.
2.4
Merek
2.4.1
Pengertian Merek
Menurut David A. Aaker, merek adalah
nama atau simbol yang bersifat membedakan (baik berupa logo,cap/kemasan) untuk
mengidentifikasikan barang/jasa dari seorang penjual/kelompok penjual tertentu.
Pengertian lainnya mengenai merek adalah suatu nama, simbol, tanda, desain
atau gabungan di antaranya untuk dipakai sebagai identitas suatu perorangan,
organisasi atau perusahaan pada barang dan jasa yang dimiliki untuk membedakan
dengan produk jasa lainnya. Pengertian merek berdasarkan pasal 1 angka 1
Undang-undang No. 15 Tahun 2001 adalah : suatu tanda yang berupa gambar , nama,
kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna atau kombinasi dengan
unsure-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan
perdagangan barang atau jasa .
Merek
yang kuat ditandai dengan dikenalnya suatu merek dalam masyarakat, asosiasi
merek yang tinggi pada suatu produk, persepsi positif dari pasar dan kesetiaan
konsumen terhadap merek yang tinggi.
2.4.2
Jenis-Jenis Merek
a. Merek Dagang
Merek dagang adalah merek yang
digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang
secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang
sejenis lainnya.
b. Merek Jasa
Merek jasa adalah merek yang
digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang
secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan jasa-jasa sejenis
lainnya.
c. Merek Kolektif
Merek kolektif adalah merek yang
digunakan pada barang dan/atau jasa dengan karakteristik yang sama yang
diperdagangkan oleh beberapa orang atau badan hukum secara bersama-sama untuk
membedakan dengan barang dan/atau jasa sejenis lainnya.
2.4.3
Persyaratan Pendaftaran Merek
Yang dapat mengajukan pendaftaran merek adalah :
·
Orang
(persoon)
·Badan Hukum (recht persoon)
·
Beberapa
orang atau badan hukum (pemilikan bersama)
Yaitu
dengan cara mengajukan permohonan pendaftaran dalam rangkap 4 yang di ketik
dalam bahasa Indonesia yang memuat antara lain : (pasal 7 UUM No 15 Tahun 2001)
a.
Tanggal, bulan dan tahun permohonan
b.
Identitas pemohon
c.
Warna-warna
apabila merek yang dimohonkan tersebut terdapat unsu warna-warna
d. Nama negara dan tanggal permintaan pendaftaran
merek yang pertama kali dalam hal
permohonan diajukan dengan hak prioritas
Persyaratan dalam
pendaftaran merek yaitu sebagai berikut :
a. Surat
Kuasa Khusus (draft tersedia)
b. Surat
Pernyataan (draft tersedia)
c. Foto
Copy akte perusahaan yang telah dilegalisir oleh notaries
d. Foto Copy NPWP perusahaan/pemohon
e. Foto Copy KTP direktur/pemohon30 helai etiket merek ukuran maximum 9 x 9 cm dan minimum 2 x 2 cm
Hal-hal
yang menyebabkan suatu merek tidak dapat di daftarkan yaitu sebagai berikut :
a.
Didaftarkan oleh pemohon yang tidak beritikad baik.
b. Bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, moralitas keagamaan, kesusilaan, atau
ketertiban umum.
c.
Tidak memiliki daya pembeda
d.
Telah menjadi milik umum
e.
Merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa
yang dimohonkan pendaftarannya. (Pasal 4 dan Pasal 5 UU Merek).
2.4.4
Hak Intelektual Merek
Merek merupakan kekayaan industri
yang termasuk kekayaan intelektual. Secara konvensional, merek dapat
berupa nama, kata, frasa, logo, lambang, desain, gambar, atau kombinasi dua atau lebih unsur
tersebut. Di Indonesia, hak merek dilindungi melalui
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001. Jangka waktu perlindungan untuk merek adalah
sepuluh tahun dan berlaku surut sejak tanggal penerimaan permohonan merek
bersangkutan dan dapat diperpanjang, selama merek tetap digunakan dalam
perdagangan.
2.4.5
Dasar Hukum Merek
1. Undang-undang
No. 21 Tahun 1861 Tentang Merek
2. Undang-undang
No. 19 Tahun 1992 Tentang Merek
3. Undang-undang
No. 14 Tahun 1997 Tentang Merek
4. Undang-undang
No. 15 Tahun 2001 Tentang Merek
2.5 Hak Perlindungan Konsumen
2.5.1 Pengertian
Hak Perlindungan Konsumen
Perlindungan konsumen
adalah perangkat hukum
yang diciptakan untuk melindungi dan terpenuhinya hak konsumen.
Sebagai contoh, para penjual diwajibkan menunjukkan tanda harga sebagai tanda
pemberitahuan kepada konsumen.
UU Perlindungan Konsumen Nomor 8
Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Republik Indonesia menjelaskan
bahwa hak konsumen diantaranya adalah hak atas kenyamanan, keamanan, dan
keselamatan dalam mengonsumsi barang dan atau jasa; hak untuk memilih
barang dan atau jasa serta mendapatkan barang dan atau jasa tersebut sesuai
dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan; hak untuk
diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan atau penggantian, apabila
barang dan atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak
sebagaimana mestinya; dan sebagainya.
Di
Indonesia, dasar hukum yang menjadikan seorang konsumen dapat mengajukan
perlindungan adalah:
- Undang Undang Dasar 1945 Pasal 5 ayat (1), pasal 21 ayat (1), Pasal 21 ayat (1), Pasal 27 , dan Pasal 33.
- Undang Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1999 No. 42 Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia No. 3821
- Undang Undang No. 5 tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Usaha Tidak Sehat.
- Undang Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbritase dan Alternatif Penyelesian Sengketa
- Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan Pengawasan dan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen
- Surat Edaran Dirjen Perdagangan Dalam Negeri No. 235/DJPDN/VII/2001 Tentang Penangan pengaduan konsumen yang ditujukan kepada Seluruh dinas Indag Prop/Kab/Kota
- Surat Edaran Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri No. 795 /DJPDN/SE/12/2005 tentang Pedoman Pelayanan Pengaduan Konsumen
2.5.2 Asas Dan
Tujuan Perlindungan Konsumen
Upaya perlindungan konsumen di tanah air didasarkan pada sejumlah asas dan
tujuan yang telah diyakini bias memberikan arahan dalam implementasinya di
tingkatan praktis. Dengan adanya asas dan tujuan yang jelas, hukum perlindungan
konsumen memiliki dasar pijakan yang benar-benar kuat.
A. Asas perlindungan konsumen
Berdasarkan UU Perlindungan Konsumen pasal 2, ada lima asas perlindungan
konsumen.
a.
Asas manfaat
Maksud asas ini adalah untuk mengamanatkan bahwa segala upaya dalam
penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar- besarnya
bagi kepentingankonsumen dan pelau usaha secara keseluruhan.
b.
Asas keadilan
Asas ini dimaksudkan agar
partisipasi seluruh rakyat bias diwujudkan secara maksimal dan memberikan
kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknyadan melaksanakan
kewajibannya secara adil.
c.
Asas
keseimbangan
Asas ini dimaksudkan untuk
memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan
pemerintah dalam arti material maupun spiritual.
d.
Asas keamanan
dan keselamatan konsumen
Asas ini dimaksudkan untuk
memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam
penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang/jasa yang dikonsumsi atau
digunakan.
e.
Asas kepastian
hukum
Asas ini dimaksudkan agar baik
pelaku usaha maupun konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam
penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta Negara menjamin kepastian hukum.
B.
Tujuan perlindungan konsumen
Dalam UU Perlindungan Konsumen
Pasal 3, disebutkan bahwa tujuan perlindungan konsumen adalah sebagai berikut.
(a.) Meningkatkan kesadaran, kemampuan,
dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri.
(b.) Mengangkat harkat dan martabat
konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang
dan/atau jasa.
(c.) Meningkatkan pemberdayaan konsumen
dalam memilih, dan menuntut hak- haknya sebagai konsumen.
(d.) Menciptakan sistem perlindungan
konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta
akses untuk mendapatkan informasi.
(e.) Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan
konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha.
(f.) Meningkatkan kualitas barang/jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi
barang dan jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.
BAB III
KESIMPULAN
Kekayaan
intelektual adalah kekeyaan yang timbul dari kemampuan intelektual manusia yang
dapat berupa karya di bidang teknologi,ilmu pengetahuan,seni,dan
sastra.Kata“intelektual” tecermin bahwa obyek kekeyaan intelektual tesebut
adalah kecerdasan daya pikir,atau produk pemikiran manusia(the creations of the
human mind) (WIPO,1983:3).Secara substantive pengertian Haki dapat
dideskripsikan sebagai hak atas kekeyaan yang timbul atau lahir karena
kemampuan intelektual manusia.Tumbuhnya konsepsi kekayaan atau karya-karya
intelektual pada akhirnya juga digunakan untuk melindungi atau mempertahankan
kekayaan intelektual. Haki dikelompokkan sebagai hak milik perorangan yang
sifatnya tidak terwujud. Banyak jenis-jenis Haki diantaranya,yaitu hak cipta,
hak paten,hak perlindungan konsumen dan lain sebagainya.
Penegakkan
hukum harus menjadi tumpuan utama dalam melakukan pemberantasan pembajakan
terhadap hak atas kekayaan intelektual. Penegakan hukum ini merupakan
upaya yang dilakukan untuk menjadi hukum, baik dalam arti hukum yang sempit
maupun dalam arti materiil yang luas, sebagai pedoman prilaku dalam setiap
perbuatan hukum, baik oleh para subyek hukum yang bersangkutan maupun oleh para
aparatur penegak hukum yang resmi diberi tugas dan kewenangan oleh Undang –
Undang untuk menjamin berfungsinya norma – norma hukum yang berlaku dalam
kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
DAFTAR
PUSTAKA
http://goryskankin.blogspot.com/2013/04/makalah-hak-atas-kekayaan-intelektual.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar